Jerat Pasal Bullying: Langkah Hukum untuk Sekolah Bebas Kekerasan
Image | Freepik.com |
Pendahuluan
Bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap individu lain yang dianggap lebih lemah. Bullying dapat berupa fisik, verbal, atau sosial, dan sering terjadi di lingkungan sekolah. Penanganan bullying sangat penting karena dampak negatifnya yang signifikan terhadap korban, termasuk trauma psikologis, penurunan prestasi akademik, dan masalah kesehatan mental.
Latar Belakang Hukum
Di Indonesia, bullying diatur dalam beberapa pasal hukum yang bertujuan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan. Salah satu pasal penting adalah Pasal 76C UU 35/2014 yang melarang setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Pelanggaran terhadap pasal ini diatur dalam Pasal 80 UU 35/2014, yang menetapkan sanksi pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak.
- Pasal 76C UU 35/2014: Melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak.
- Pasal 80 UU 35/2014: Menetapkan sanksi bagi pelanggar Pasal 76C, termasuk:
- Penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
- Jika anak mengalami luka berat, penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
- Jika anak meninggal dunia, penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
- Pidana ditambah sepertiga jika pelaku adalah orang tua korban.
Langkah Hukum dalam Menangani Bullying
Proses pelaporan bullying sangat penting untuk memastikan bahwa tindakan tersebut dapat ditangani secara hukum. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa ditempuh:
- Melaporkan ke Polisi: Langkah pertama yang dapat diambil untuk penanganan hukum.
- Hotline SAPA129: Masyarakat dapat melaporkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui telepon 129 atau WhatsApp 08111-129-129 yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
- Pengaduan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi: Jika bullying terjadi di lingkungan sekolah, pengaduan dapat dilakukan ke kementerian terkait.
Setelah laporan diterima, pihak berwenang akan melakukan investigasi untuk mengumpulkan bukti dan menentukan langkah penanganan yang tepat. Sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku bullying mencakup pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hukuman Pelaku Bullying di Bawah Umur
Namun, mengingat diasumsikan bahwa pelaku juga masih berusia anak atau di bawah umur, maka perlu diperhatikan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif. Pelaku anak yang melakukan bullying tersebut merupakan anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi dalam hal tindak pidana diancam pidana penjara di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana.
Jika pelaku anak belum berusia 14 tahun, hanya dapat dikenai tindakan seperti:
- Pengembalian kepada orang tua/wali.
- Penyerahan kepada seseorang.
- Perawatan di rumah sakit jiwa.
- Perawatan di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial).
- Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.
- Pencabutan surat izin mengemudi.
- Perbaikan akibat tindak pidana.
Jenis pidana pokok bagi anak terdiri atas:
- Pidana peringatan.
- Pidana dengan syarat:
- Pembinaan di luar lembaga.
- Pelayanan masyarakat.
- Pengawasan.
- Pelatihan kerja.
- Pembinaan dalam lembaga.
- Penjara.
Jenis pidana tambahan terdiri atas perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat.
Patut dicatat, anak dijatuhi pidana penjara di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat, yakni paling lama 1/2 dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
Kewajiban Sekolah untuk Mencegah Bullying
Sekolah sebagai tempat pendidikan memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya bullying, baik secara etis dan moral maupun secara hukum. Hal ini karena ketika para siswa berada di sekolah, sekolah bertindak sebagai “orang tua pengganti”, yang memiliki tugas untuk mendidik dan melindungi para siswa semaksimal mungkin dari segala bentuk kekerasan.
Terkait dengan kewajiban sekolah secara hukum untuk melindungi siswanya dari tindakan bullying, hal tersebut mengacu pada ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1a) UU 35/2014 yang berbunyi:
Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan dari satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Lebih lanjut, Pasal 54 UU 35/2014 juga menerangkan bahwa anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Perlindungan tersebut dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat.
Terhadap pihak sekolah yang tidak melakukan upaya pencegahan atau perlindungan terhadap siswa dari tindakan bullying, maka terdapat ketentuan sanksi yang diatur di dalam UU Perlindungan Anak beserta perubahannya. Pasal 76C UU 35/2014 menyatakan bahwa:
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Pelanggaran terhadap ketentuan pasal tersebut dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014 yaitu pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
Adapun, pengaturan mengenai tanggung jawab sekolah untuk melakukan pencegahan perilaku bullying diatur lebih lanjut di dalam Permendikbud 46/2023.
Peran Sekolah dalam Mencegah Bullying
Sekolah memiliki peran penting dalam mencegah dan menangani bullying. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh sekolah antara lain:
- Kebijakan Anti-Bullying: Implementasi kebijakan dan program anti-bullying yang jelas dan tegas.
- Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran siswa tentang bahaya bullying dan pentingnya saling menghormati melalui pendidikan dan kampanye.
- Dukungan Psikologis: Penyediaan layanan konseling dan dukungan psikologis bagi korban bullying untuk membantu mereka pulih dari trauma.
Tantangan dan Solusi
Penegakan hukum terkait bullying di sekolah menghadapi berbagai tantangan, termasuk kurangnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat dan hambatan dalam proses pelaporan. Untuk meningkatkan efektivitas penanganan bullying, beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain:
- Peningkatan Kesadaran Hukum: Melalui sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya melaporkan kasus bullying.
- Kerjasama Antar Lembaga: Meningkatkan kerjasama antara sekolah, kepolisian, dan lembaga terkait untuk penanganan kasus bullying.
- Pendekatan Holistik: Menggabungkan pendekatan hukum dan pendidikan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan bebas dari bullying.
Kesimpulan
Bullying di sekolah adalah masalah serius yang memerlukan penanganan hukum yang tegas. Dengan adanya pasal-pasal hukum yang mengatur bullying dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh sekolah dan masyarakat, diharapkan dapat tercipta lingkungan sekolah yang bebas dari kekerasan. Harapan ke depan adalah agar setiap anak dapat belajar dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Referensi
- Ela Zain Zakiyah, dkk. Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM, Vol. 4, No. 2, Juli 2017.
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yang diakses pada 22 Februari 2024, pukul 11.00 WIB.
- SAPA129, yang diakses pada 22 Februari 2024, pukul 10.55 WIB.
Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan wawasan yang komprehensif tentang langkah hukum untuk menangani bullying di sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar